Lasa memiliki nama ilmiah Castanopsis buruana Mig termasuk dalam famili Fagaceae, adalah pohon dalam keluarga beech Fagaceae. Buruana adalah istilah khusus berasal dari bahasa Latin, yang berarti “Buru” (nama salah satu pulau di Kepulauan Maluku). Nama sinonim dari Castanopsis buruana Miq adalah Castanea buruana (Miq.) Oerst. Kayu Lasa merupakan salah satu dari spesies kayu olahan dalam genus Castanopsis yang dipanen dari hutan alam secara komersial dan diperdagangkan dengan nama Berangan. Nama lokal lain dari Castanopsis buruana Mig adalah Eha.
Penyebaran. Lasa atau Castanopsis buruana di Indonesia banyak terdapat di Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Habitatnya adalah hutan dipterocarpaceae dari permukaan laut hingga ketinggian 450 m. Buruana Castanopsis tumbuh sebagai pohon setinggi 30 meter dengan diameter batang hingga 60 cm. Kulit coklatnya halus atau bersisik. Daun coriaceous berukuran hingga 13 cm. Panjangnya bulat telur hingga bulat, panjangnya 1,5 cm. Lasa (Castanopsis buruana Miq.) merupakan salah satu jenis penting dari 120 jenis dari marga Castanopsis (Fagaceae) yang tumbuh di daerah Hutan dataran rendah sekunder dan primer sampai dengan 1000 m dpl.
Lasa memiliki preferensi habitat pada daerah-daerah yang terbuka dan umumnya toleran terhadap sinar matahari penuh. Jika musim berbunga semua tangkai mengeluarkan bunga, karena proses pembungaan sangat dipengaruhi oleh sinar matahari.
Ketinggian tempat berpengaruh terhadap sebaran lasa di alam. Lasa tidak ditemukan pada hutan pantai sampai dengan hutan dataran rendah dengan ketinggian tempat kurang dari 300 meter dari permukaan laut untuk beberapa lokasi di Seram Bagian Barat. Lasa ditemukan pada daerah dengan ketinggian diatas 300 m dari permukaan laut pada hutan dataran rendah dan dapat ditemukan sampai pada hutan pegunungan. Hal ini berarti bahwa secara alami, lasa tidak dapat beradaptasi dengan habitat pada ketinggian < 300 m dpl. Pola sebaran Lasa (Castanopsis buruana) di Kabupaten Seram Bagian Barat memiliki pola sebaran mengelompok (clumped). Pola sebaran mengelompok dapat mencerminkan habitat yang heterogen dan metode reproduksi dari lasa secara alami di alam (Irwanto dkk, 2017).
Pemanfaatan. Semua jenis Castanopsis dapat dimakan dan digunakan saat kekurangan makanan, atau ketika makanan yang lebih baik tidak tersedia. Biji biasanya dimasak sebelum dimakan, meskipun juga bisa dimakan mentah. Biji bisa dimakan utuh, tetapi biasanya dikeringkan, kemudian ditumbuk menjadi bubuk dan digunakan sebagai pengental dalam rebusan dll atau dicampur dengan sereal untuk membuat roti. Masalah utama dari biji adalah sering mengandung tanin, membuatnya pahit dan sepat. Tanin ini sebagian besar dapat dihilangkan dengan merendam benih dalam air kemudian membuang air. Proses ini harus diulang sampai benih tidak lagi terasa pahit.
Pohon Lasa merupakan tanaman hutan yang tumbuh pada tanah-tanah yang miskin unsur hara yang berada pada ketinggian 500 m dari permukaan laut. Menurut masyarakat Pohon lasa (Castanopsis buruana) biasanya berbuah pada bulan Agustus sampai dengan September. Hasil penelitian tiga Desa di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), yaitu Desa Hunitetu, Desa Hatusua dan Desa Mornateng, berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang hanya memanfaatkan pohon lasa sebagai bahan pangan adalah Desa Hunitetu. Desa Hatusua dan Desa Mornaten hanya mengetahui saja kalau pohon ini dapat dimakan tapi tidak mengkonsumsinya setiap saat dikala ada musim buah. Masyarakat Desa Hunitetu, biasa mengkonsumsi biji lasa ini sebagai cemilan dan snack tetapi juga sebagai pengganti beras yaitu (dimasak dengan air sebagai nasi) ataupun dimasak dengan santan sebagai bubur. Bentuk pengolahannya juga berbeda, kalau sebagai cemilan dan snack pengolahannya yaitu digoreng dengan pasir dengan perbandingan 1:1 (pasir : biji lasa), sampai bijinya matang, setelah itu baru dikupas kulitnya baru dimakan. Bentuk pengelolaan sebagai pengganti beras yaitu dengan cara bijinya dijemur sampai kering baru ditumbuk untuk menghilangkan kulitnya setelah itu baru masak sebagai nasi maupun bubur.
Lasa memiliki kayu kelas kuat II-III dan kelas awet III Berdasarkan kelas awet dan kuat tersebut kayu dari jenis ini dapat dipergunakan untuk balok pada bangunan perumahan dan jembatan, papan, tiang dan rusuk dan baik untuk dijadikan sirap (Tuhuteru, dkk, 2011).
Budidaya. Biji Lasa mudah berkecambah jika ditabur segera. Bibit yang tumbuh sendiri dapat dipindahkan ke lapangan. Spesies Castanopsis umumnya toleran terhadap berbagai jenis tanah, lebih baik pada daerah yang kering. Castanopsis tumbuh dengan baik di bawah sinar matahari penuh, meskipun tanaman muda umumnya tumbuh paling baik di bawah naungan hutan.
Jenis-jenis dari marga Castanopsis dilaporkan dapat berasosiasi dengan ektomikoriza. Fungi ektomikoriza merupakan salah satu fungi yang berasosiasi dengan tanaman dengan sebaran inang yang sempit. Kontribusi Fungi EcM dalam asosiasinya dengan tanaman dan ekosistem diantaranya meningkatkan penyerapan unsur hara dan air, menghasilkan hormon tumbuh serta sebagai bioindikator produktivitas tanah hutan (Tuhuteru, dkk, 2011).
Daftar Pustaka
- Anonimous, 2018. Castanopsis buruana From Wikipedia, the free encyclopedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Castanopsis_ buruana. Diakses tanggal 15 November 2018.
- Fern, K. 2018. Castanopsis buruana Miq. Fagaceae. Tropical Plants Database, http://tropical.theferns.info/viewtropical. php?id=Castanopsis+buruana. Diakses tanggal 15 November 2018.
- Irwanto, A. Tuhumury, dan A. Sahupala 2017. Analisis Penyebaran Lasa (Castanopsis buruana Miq.) Sebagai Pohon Penghasil Pangan Alternatif Di Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Pertanian. Universitas Pattimura. Ambon.
- Tuheteru, F.D, Husna, A. Arif, dan L. O. Almahruf, 2011. Asosiasi Fungi Ektomikoriza Dengan Eha (Castanopsis buruana Miq.) Di Hutan Kampus Universitas Haluoleo Kendari. AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128.
Sumber:
Irwanto, A. Tuhumury, A. Sahupala, L. Pelupessy, M. Loiwatu, L. Siahaya, F. Tetelay dan R. Oszaer. 2019. POHON MALUKU. Penyebaran, Pemanfaatan dan Budidaya. Pattimura University Press. Ambon. ISBN: 978-602-5943-11-9. Hal. 51-55.