Ketapang memiliki nama ilmiah Terminalia catappa L termasuk dalam famili Combretaceae, Pohon ini kerapkali dengan tajuk yang bertingkat, tinggi pohon antara 10-40 m dengan diameter batang pohon dapat mencapai 2 m. Daun mudah gugur, arsitekstur tajuk menyerupai pagoda khusus bagi pohon yang masih muda, dan bentuk tajuk membulat bagi pohon ketapang yang dewasa/tua.
Penyebaran. Pada daerah sebarannya di Indonesia, ketapang mempunyai nama yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, misalnya : Aceh (geutepang), Toba (hatapang), Ambon (katapang), Tanimbar (wewa), Kei (wew), Seram Barat (sadina, sarisa), Waraka(saliha), Amahai(sertalo), Nuaulu(kayane), Sepa (sirisa), Buru (lisa), Kepulauan Sula (tasi), Halmahera Selatan (klis), Halmahera Utara, Ternate, dan Tidore (ngusu), Papua Barat (kalis), Nias (katafa), Minangkabau (katapieng).
Batang sering berbanir, pepagan berwarna cokelat abu-abu tua, melekah. Cabang tersusun dalam deretan bertingkat dan melintang. Cabang-cabang muncul bersamaan pada penampang batang yang sama, tumbuh mendatar sehingga seakan-akan membentuk buku dan ruas. Daun berseling, bertangkai pendek, mengumpul/berjejal pada ujung cabang, bangun daun bulat telur sungsang, kadang agak menjorong, permukaan daun mengkilap. Warna daun saat muda adalah hijau mengkilap, namun warna daun akan berubah menjadi kuning kemerah-merahan bila mendekati musim gugur daun yang terjadi 2 (dua) kali dalam satu tahun.
Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun, sebagian besar adalah bunga jantan, bunga biseksual terdapat ke arah pangkal, sangat sedikit, warna putih kehijauan. Buahnya pelok membulat telur atau menjorong, agak pipih, warna hijau saat muda, dan kuning serta merah saat buah telah matang. Buah batu dikelilingi lapisan daging berair setebal 3-6 mm.
Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir dan berbatu. Toleran terhadap tanah masam dan tahan terhadap pengaruh air laut; sangat tahan terhadap angin dan menyukai sinar matahari penuh atau naungan sedang. Mampu bertahan hanya pada daerah-daerah tropis dengan iklim lembap. Tumbuh pada daerah/habitat dengan curah hujan tahunan berkisar 3.000 mm/tahun. Tumbuh baik pada semua jenis tanah dengan drainase baik. Pohon ini tumbuh baik di dataran rendah, pinggir laut di tanah yang berpasir atau pantai yang berbatu-batu, bersama-sama dengan tumbuhan Baringtonia atau keben. Di beberapa tempat dapat ditemukan di daerah pegunungan sampai pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Umumnya dapat dibudidayakan pada ketinggian sampai 800 m dpl.
Pemanfaatan. Pohon ketapang sering dimanfaatkan sebagai tanaman landscape karena bentuk dan tutupan tajuknya yang rindang dan menarik serta dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh. Kayu pohon ketapang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi rumah dan kapal. Buahnya dapat diolah menjadi briket arang. Pada umumnya sebagian besar dari tubuh tumbuhan ketapang ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional. Akar dan kulit kayu dapat direbus dan digunakan untuk mengobati beser, radang selaput lendir usus. Daun dapat digunakan untuk membalut pembengkakan rematik sebagai pengganti taf berlilin.
Budidaya. Secara alami pohon ini berbiak dengan biji (generatif), namun sering juga dapat ditemui anakan yang muncul dari ujung akar, sehingga selain diperbanyak secara generatif (biji) ketapang juga dapat diperbanyak secara vegetatif melalui stek dan cangkok walaupun teknik perbanyakan ini jarang sekali dilakukan. Kecepatan perkecambahan sekitar 25 % dikarenakan daging buah yang cukup sulit dipisahkan dari biji.
Daftar Pustaka :
- Heyne, K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia I, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
- Heyne, K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III (Terjemahan Badan Litbang Kehutanan), Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta.
Sumber:
Irwanto, A. Tuhumury, A. Sahupala, L. Pelupessy, M. Loiwatu, L. Siahaya, F. Tetelay dan R. Oszaer. 2019. POHON MALUKU. Penyebaran, Pemanfaatan dan Budidaya. Pattimura University Press. Ambon. ISBN: 978-602-5943-11-9. Hal. 41-44.